“Tujuh puluh ribu orang dari umat ini akan masuk surga tanpa hisab dan siksa”...mau tau siapa mereka.? Dan bagaimanakah kreteria-kreteria merekat..?
Mereka adalah
orang-orang yang tidak minta diruqyah, dan tidak berobat dengan besi panas,tidak
beranggapan sial dan mereka selalu bertawakkal pada Allah.”
Sobat pembaca masih penasaran..? berikut penjelasannya,
Hushain
bin ‘Abdurrahman -rahimahullah- berkata,
كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى
الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُمَّ قُلْتُ أَمَا
إِنِّي لَمْ أَكُنْ فِي صَلَاةٍ وَلَكِنِّي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ
قُلْتُ اسْتَرْقَيْتُ قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ
حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِيُّ فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمْ الشَّعْبِيُّ قُلْتُ
حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ حُصَيْبٍ الْأَسْلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَا
رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَنَ مَنْ انْتَهَى
إِلَى مَا سَمِعَ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ
وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ
وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ
أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَوْمُهُ وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ
فَقِيلَ لِي انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ
لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ
النَّاسُ فِي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا
عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ
وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ وَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ
فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
مَا الَّذِي تَخُوضُونَ فِيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمْ الَّذِينَ لَا يَرْقُونَ
وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي
مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ
أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
“Saya pernah bersama Sa’id bin Jubair lalu dia berkata, ‘Siapa di antara
kalian yang melihat bintang jatuh semalam?‘ Aku menjawab, ‘Aku’. Kemudian aku
berkata, ‘Tapi aku tidak sedang mengerjakan shalat. Aku terbangun karena aku
disengat (binatang).’ Sa’id lalu berkata, “Lantas apa yang kamu perbuat?‘ Aku
menjawab, ‘Aku meminta untuk diruqyah.’ Sa’id bertanya, ‘Apa yang alasanmu
sampai meminta diruqyah? ‘ Aku menjawab, ‘Sebuah hadits yang Asy Sya’bi
ceritakan kepadaku.’ Sa’id bertanya lagi, ‘Apa yang diceritakan Asy Sya’bi
kepada kalian.’ Aku menjawab, ‘Dia telah menceritakan kepada kami dari Buraidah
bin Hushaib Al Aslami, bahwa dia berkata, “Tidak ada ruqyah kecuali
disebabkan oleh penyakit ‘ain dan racun (sengatan binatang berbisa).”
Maka Sa’id pun menjawab, “Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar.” Hanya saja Ibnu Abbas telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Maka Sa’id pun menjawab, “Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar.” Hanya saja Ibnu Abbas telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Telah ditampakkan padaku semua umat. Aku melihat seorang nabi
yang hanya memiliki beberapa pengikut (3 sampai 9 orang). Ada juga nabi hanya
memiliki satu atau dua orang pengikut saja. Bahkan ada nabi yang tidak memiliki
pengikut sama sekali. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekumpulan orang, maka
aku menyangka bahwa mereka adalah umatku. Ada yang berkata padaku, ‘Mereka
adalah Nabi Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya. Tetapi lihatlah ke
ufuk.’ Lalu aku pun memandang, ternyata ada kumpulan kaum yang besar yang
berwarna hitam (yakni saking banyaknya orang kelihatan dari jauh). Lalu
dikatakan lagi kepadaku, ‘Lihatlah ke ufuk yang lain.’ Ternyata di sana juga
terdapat kumpulan kaum yang besar yang berwarna hitam. Dikatakan kepadaku, ‘Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu
orang yang akan memasuki surga tanpa dihisab dan disiksa‘.”
Setelah menceritakan itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bangkit lalu masuk ke dalam
rumahnya. Orang-orang lalu memperbincangkan mengenai mereka yang akan
dimasukkan ke dalam surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa. Sebagian dari mereka
berkata, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Ada pula yang mengatakan, “Mungkin mereka adalah
orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak pernah melakukan perbuatan
syirik terhadap Allah.” Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui mereka, lalu
beliau bertanya, “Apa yang telah kalian perbincangkan?” Mereka pun
menerangkannya kepada beliau. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak meruqyah, tidak
meminta untuk diruqyah, tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial) dan hanya
kepada Allah mereka bertawakal.”
‘Ukkasyah bin Mihshan berdiri lalu
berkata, “Berdoalah kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau termasuk
bagian dari mereka.” Kemudian ada lagi yang berdiri dan berkata, “Berdoalah
kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Ukkasyah telah mendahuluimu.” (HR. Bukhari no. 5752 dan Muslim no.
220)
Dalam riwayat Bukhari disebutkan,
هُمْ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا
يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu tidak melakukan
thiyaroh (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak
menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb
merekalah, mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari no. 5752)
Pelajaran yang dapat
dipetik dari hadits di atas:
1- Jauhnya para salafushs holeh dari
sifat ingin dipuji, terutama pada hal-hal yang bukan hak mereka sebagaimana
kekhawatiran Hushain bin ‘Abdurrahman jika orang-orang mengira ia melakukan shalat
malam ketika terbangun dan melihat bintang yang jatuh di tengah malam. Ia tidak
mau dinilai melakukan ibadah saat itu
padahal ia tidak melakukannya,oleh karena itu ia menjelaskan bahwa ia tidak
melakukan sholat malam kala itu. Inilah yang menunjukkan keutamaan salafush
sholeh dan menunjukkan bagaimana keikhlasan pada diri mereka. Mereka berusaha
menjauhkan diri dari sifat riya’. Mereka tidak mau dikatakan bahwa ia telah
melakukan seperti ini dan seperti itu supaya orang-orang menyangka ia adalah
orang yang gemar dan rajin beribadah.
2- Hushain ketika tersengat kalajengking
mengambil pilihan untuk minta diruqyah (sebagaimana lafadz dalam riwayat muslim)
karena ia punya pegangan dalil dari Asy
Sya’bi (‘Amir bin Syarohil Al Hamdani Asy Sya’bi) dari Buraidah bin Al Hushaib.
Dalilnya mengatakan bahwa tidak ada ruqyah yang lebih manjur kecuali pada
penyakit ‘ain (mata dengki) atau pada humah (sengatan
kalajengking). Ini menunjukkan bahwa boleh meminta diruqyah dalam hal seperti
ini, namun ada jalan yang lebih baik sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin
Jubair.
3- Bahwasanya para ulama salaf
dahulu sudah biasa saling menanyakan dalil atas pendapat yang mereka anut sebagaimana
ketika Sa’id bin Jubair meminta dalil pada Hushain kenapa ia meminta diruqyah. Dan
saling bertanya ilmiah ini adalah kebiasaan yang baik yang patut dicontoh.
4- Maksud hadits “Tidak ada ruqyah
kecuali disebabkan oleh penyakit ‘ain dan racun (sengatan binatang berbisa)”
yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada ‘ain dan humah
sebagaimana yang di ungkapkan oleh Al
Khottobi. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri pernah meruqyah dan diruqyah. (Lihat Ma’alimus
Sunan, 4: 210 dan Masyariqul Anwar, 1: 366).
Yang dimaksud ‘ain adalah
pandangan tidak suka dari orang yang hasad. Sedangkan humah adalah
sengatan kalajengking dan semacamnya.
5- Sa’id bin Jubair mengatakan,
“Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar”. Ini
menunjukkan bahwa jika seseorang telah mengamalkan ilmu yang telah sampai
padanya, maka itu sudah disebut baik karena ia telah melakukan kewajibannya.
Beda halnya dengan orang yang beramal dilandasi kebodohan atau tidak
mengamalkan ilmunya, maka ia jelas berdosa.
6- Perkataan Sa’id bin Jubair juga
menunjukkan baiknya adab salaf dalam menyampaikan ilmu dan bagaimana menyatakan
pendapatnya dengan lemah lembut. Lalu Sa’id menunjukkan pada Hushain tentang
manakah cara yang lebih baik ditempuh, padahal apa yang dilakukan oleh Hushain
masih boleh.
7- Hadits yang disampaikan pertama
yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada ‘ain dan humah dan
hadits kedua dari Ibnu ‘Abbas tentang orang-orang yang meninggalkan meminta
ruqyah tidaklah kontradiksi atau bertentangan.
8- Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditampakkan umat yang disebutkan dalam hadits adalah saat peristiwa
Isra’ Mi’raj.
9- Ada Nabi yang pengikutnya banyak,
ada nabi yang pengikutnya sedikit. Ini menunjukkan bahwa tidak selamanya jumlah
pengikut yang banyak menunjukkan atas kebenaran. Yang jadi patokan kebenaran
bukanlah jumlah, namun diilihat dari pedoman mengikuti Al Qur’an dan hadits,
siapa pun dia dan di mana pun dia berada.
10- Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyaksikan umat Nabi Musa yang begitu banyak, itu menunjukkan
keutamaan Musa dan pengikutnya.
11- Lalu dilihat lagi sekelompok
umat yang besar yang itu adalah umatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Di tengah-tengah umat Muhammad terdapat 70.000 orang yang masuk
surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Mereka itulah orang-orang yang mentahqiq
tauhid atau merealisasikan tauhid dengan benar dan sempurna.
12- Ada 70.000 orang yang masuk
surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setiap
1000 dari 70.000 tadi ada 70.000 lagi. Dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia berkata:
وَعَدَنِى رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ مِنْ
أُمَّتِى سَبْعِينَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ مَعَ كُلِّ أَلْفٍ
سَبْعُونَ أَلْفاً
“Rabbku ‘azza wa jalla telah
menjajikan padaku bahwa 70.000 orang dari umatku akan dimasukkan surga tanpa
hisab dan tanpa siksa. Setiap 1000 dari jumlah tersebut terdapat 70.000 orang
lagi.” (HR. Ahmad 5: 268. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini shahih dan sanad hadits ini hasan). Berarti berdasarkan
hadits ini ada 4.900.000 orang yang dimaksud.
13- Apa yang didiskusikan oleh para sahabat menunjukkan bagaimana
dalamnya ilmu mereka. Mereka mengetahui bahwa untuk menggapai keutamaan
tersebut harus dengan beramal. Dan juga menujukkan semangat mereka dalam
mengetahui kebaikan dan sebab-sebab untuk mencapai kebaikan.
14- Sifat pertama dari 70.000 orang
tersebut adalah tidak meminta diruqyah. Dalam riwayat Muslim disebutkan “laa
yarqun”, artinya tidak meruqyah. Tambahan tidak meruqyah di sini keliru karena
orang yang meruqyah adalah orang yang berbuat baik. Padahal Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang ruqyah, beliau bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Siapa yang mampu di antara
kalian untuk memberi kemanfaatan pada saudaranya, maka lakukanlah“(HR.
Muslim no. 2199).
‘Auf bin Malik berkata,
كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ
بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا »
“Kami dahulu pernah meruqyah di masa
jahiliyah, kami berkata, “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang ruqyah
yang kami lakukan?” Beliau bersabda, “Tunjukkan ruqyah kalian. Yang namanya
ruqyah tidaklah mengapa selama tidak ada kesyirikan di dalamnya.” (HR. Abu
Daud no. 3886, shahih kata Syaikh Al Albani).
Alasan lainnya, meruqyah orang lain
tidaklah masalah karena Jibril pernah meruqyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
meruqyah para sahabatnya.
15- Perbedaannya jelas antara orang
yang meruqyah dan orang yang meminta diruqyah. Orang yang meminta diruqyah
cenderung hatinya bergantung pada selain Allah. Adapun orang yang meruqyah
orang lain adalah orang yang berbuat baik.
16- Sifat 70.000 orang tersebut yang
lainnya adalah tidak berobat dengan kay.
Namun pengobatan kay (yaitu penyembuhan luka dengan besi panas ) asalnya boleh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus dokter pada Ubay bin
Ka’ab untuk mengobati lukanya dengan cara kay.
Hadits-hadits yang membicarakan
tentang pengobatan kay ada empat macam: (1) Nabi shallallahu melakukannya,
(2) beliau tidak suka dengan pengobatan kay, (3) beliau memuji orang yang tidak
melakukan pengobatan dengan kay, (4) beliau melarang pengobatan kay. Yang
beliau lakukan menunjukkan bahwa kay itu boleh. Beliau tidak pada kay bukan berarti
pengobatan kay itu terlarang. Hadits yang menunjukkan beliau memuji orang yang
meninggalkan kay berarti meninggalkan kay lebih utama. Adapun hadits yang
menyatakan beliau melarangnya menunjukkan bahwa kay itu makruh. Jadi
dalil-dalil yang ada tidak saling bertentangan. Demikian kata Ibnul Qayyim
dalam Zaadul Ma’ad.
17- Sifat 70.000 orang tersebut
selanjutnya adalah mereka tidak bertathoyyur. Tathoyyur adalah beranggapan sial
dengan burung atau lainnya.seperti menganggap sial ketika melihat orang buta tatkala ingin berpergian dll.
18- Ibnul Qayyim mengatakan bahwa
sifat utama dari 70.000 orang tersebut terkumpul pada sifat tawakkal. Karena
tawakkal mereka yang sempurna, mereka tidak meminta diruqyah, tidak meminta
dikay, dan tidak beranggapan sial. Lihat Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu
Qayyim Al Jauziyah.
19- Hadits yang dibicarakan saat ini
tidaklah menunjukkan untuk meninggalkan usaha atau sebab. Dan tawakkal itu
adalah cara yang utama untuk meraih sebab. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal
pada Allah, Dialah yang mencukupinya.“(QS. Ath Thalaq: 3). Jadi mereka
punya rasa enggan untuk melakukan yang dimakruhkan yaitu meminta diruqyah dan
meminta dikay, mereka lebih memilih tawakkal daripada mengambil sebab yang
makruh tersebut.
20- Adapun mengambil sebab dan berobat dengan cara yang tidak
makruh, maka seperti itu boleh dan tidak meusak tawakkal. Dari Abu Hurairah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Allah tidaklah menurunkan
penyakit melainkan menurunkan pula penawar (obatnya)” (HR. Bukhari no.
5678).
21- ‘Ukkasyah bin Mihshan adalah di antara 70.000 orang
tersebut. Ia adalah di antara penunggang kuda terbaik di kalangan Arab dahulu.
Beliau mati syahid tahun 12 H ketika berperang bersama Kholid bin Walid
memerangi orang-orang yang murtad.
22- Hadits ini menunjukkan boleh
meminta do’a pada orang yang punya keutamaan yang lebih seperti yang dilakukan
oleh Ukkasyah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
23- Lantas orang berikutnya setelah
‘Ukkasyah ingin meminta lagi pada Nabi agar berdo’a pada Allah supaya ia juga
termasuk dalam 70.000 golongan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Engkau sudah kedahuluan oleh ‘Ukkasyah”. Ini adalah cara Nabi supaya
yang lainnya tidak meminta seperti itu lagi. Ini menunjukkan kelemah lembutan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akhlak beliau yang baik.
24- Orang yang meminta kedua kalinya
bukanlah munafik dengan dua alasan: (a) para sahabat Nabi asalnya bukanlah
orang munafik, (2) orang yang meminta seperti itu pada Rasul -shallallahu
‘alaihi wa sallam- berarti yakin akan benarnya Rasul dan itu tidak muncul
dari orang munafik.
Faedah-faedah di atas diambil dari
kitab Taisir Al ‘Azizil Hamid karya Syaikh Sulaiman At Tamimi, yang
merupakan kitab penjelasan pertama, paling lengkap dan memuaskan dari kitab
tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi.
Referensi:
Fahul majid Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab,
terbitan Darul Kautsar.
At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh,
terbitan Darul Imam Al Bukhari.
Taisir Al ‘Azizil Hamid fii Syarh
Kitabit Tauhid, Syaikh Sulaiman bin Abdillah bin
Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, terbitan Darush Ash Shomi’i.
_____________
Oleh: Abu Jinan
Fb: Haeruman Santri
_____________
Oleh: Abu Jinan
Fb: Haeruman Santri
(disusun pada, 26 maret,2014 M)
haerumansyamlah.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
kami menerima keritik dan saran yang membangun dari para pembaca...